Selamat pagi teman,
Pemerintah menyebut klaster ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja paling banyak mendapatkan informasi tidak benar alias hoax. Pemerintah mengklaim, klaster ketenagakerjaan tetap memberikan kesejahteraan kepada pekerja.
Seperti salah satunya bagi korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Di dalam UU Cipta Kerja akan mendapat 'gaji' yang berasal dari program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP). Program ini nantinya akan dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek.
JKP merupakan bagian dari pesangon bagi korban PHK yang diatur dalam UU Cipta Kerja. Hal ini yang juga menjadi polemik karena diturunkan dari 32 kali upah menjadi 25 kali upah, dengan rincian 19 kali upah ditanggung pemberi kerja dan 6 kali upah ditanggung melalui program JKP.
Dalam beleid ini pemerintah mengubah beberapa ketentuan dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Salah satunya hadirnya JKP yang menjadi program tambahan dari sejumlah jaminan yang sudah ada sebelumnya seperti jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
Khusus jaminan kehilangan pekerjaan atau JKP, dalam pasal 46A menyatakan:
1. Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja berhak mendapatkan jaminan kehilangan pekerjaan.
2. Jaminan kehilangan pekerjaan diselenggarakan oleh badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) ketenagakerjaan dan pemerintah.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan jaminan kehilangan pekerjaan diatur dengan peraturan pemerintah (PP).
Pada Pasal 46B, JKP diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial. Lalu JKP diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat pekerja/buruh kehilangan pekerjaan.
"Peserta JKP adalah setiap orang yang telah membayar iuran," bunyi Pasal 46C bagian jaminan kehilangan pekerjaan, yang dikutip Kamis (8/10/2020).
Sementara isi daripada Pasal 46D:
1. Manfaat JKP berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.
2. Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh peserta setelah mempunyai masa kepesertaan tertentu.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai manfaat sebagaimana dimaksud ayat (1) dan masa kepesertaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan PP.
Sementara yang mengatur soal pendanaan JKP tertuang pada Pasal 46, yaitu:
1. Sumber pendanaan JKP berasal dari modal awal pemerintah, rekomposisi iuran program jaminan sosial dan atau dana operasional BPJS Ketenagakerjaan.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan PP.
Seiring dengan tambahan program jaminan sosial, maka pemerintah juga menambah beberapa ketentuan dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Ketentuan yang diubah antara lain Pasal 6 yang berbunyi:
1. BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
2. BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 atau (2) huruf b menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian, dan jaminan kehilangan pekerjaan.
Selanjutnya ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
2. BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun, program jaminan hari tua, dan program jaminan kehilangan pekerjaan.
Lalu, ketentuan Pasal 42 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan ditetapkan masing-masing paling banyak Rp 2 triliun yang bersumber dari APBN.
2. Modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a untuk program jaminan kehilangan pekerjaan ditetapkan paling sedikit Rp 6 triliun yang bersumber dari APBN.
Terimakasih.
0 comments:
Post a Comment